Siapakah sesungguhnya Kanjeng Ratu Kidul itu? Benarkah ada dalam kesungguhannya, ataukah hanya dikenal dalam dongeng saja?
Pertanyaan  ini pantas timbul, karena Kanjeng Ratu Kidul termasuk makhluk halus.  Hidupnya di alam limunan (gaib), dansukar untuk dibuktikan dengan nyata.  Pada umumnya oarang mengenalnya hanya dari tutur kata dan dari semua  cerita atau kata orang ini, orang itu, bila dikumpulkan akan menjadi  seperti berikut:
Menurut  cerita umum, Kanjeng Ratu Kidul pada mudanya bernama Dewi Retna Suwida,  seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu Mundhingsari, dari istrinya  yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Saranadi, cicit Raja siluman  di Sigaluh.
Sang  putri melarikan diri dari keraton dan bertapa di gunung Kombang. Selama  bertapa ini sering nampak kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari  wanita menjadi pria atau sebaliknya. Sang putri wadat (tidak bersuami)  dan menjadi ratu diantara makhluk halus seluruh pulau jawa. Istananya  didasar samudra indonesia. Tidaklah mengherankan, karena sang putri  memang mempunyai darah keturunan dari makhluk halus.
Diceritakan  selanjutnya, bahwa setelah menjadi raru sang putri lalu mendapat  julukan Kanjeng Ratu Kidul Kencanasari. Ada juga sementara orang yang  menyebut Nyai Lara Kidul (di keraton surakarta sebutan Nyai Lara Kidul  adalah untuk patihnya, bukan untuk Kanjeng Ratu Kidul sendiri). Malahan  ada juga yang menyebutnya Nyira Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah:  Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata “Lara” berasal dari “Rara”, yang berarti  perawan (tidak kawin).
Dikisahkan,  bahwa Dewi Retna Suwida yang cantiknya tanpa tanding itu menderita  sakit budhug (lepra). Utuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri  didalam suatu telaga, di pinggir samudra. Konon pada suatu hari, tatkala  akan membersihkan muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan  air. Terkejut karena melihat mukanya yang sudah rusak, sang putri lalu  terjun kelaut dan tidak kembali lagi ke daratan, dan hilanglah sifat  kemanusiaannya serta menjadi makhluk halus.
Ceritaa  lain lagi menyebutkan bahwa sementara orang ada yang menamakannya  Kanjeng Ratu Angin-angin. Sepanjang penelitian yang pernah dilakukan  dapat disimpulakan bahwa Kanjeng Ratu Kidul tidaklah hanya menjadi ratu  makhluk halus saja melainkan juga menjadi pujaan penduduk daerah pesisir  pantai selatan, mulai darah Jogjakarta sampai dengan Banyuwangi.
Camat  desa Paga menerangkan bahwa daerah pesisirnya mempunyai adat bersesaji  ke samudra selatan untuk Nyi Rara Kidul. Sesajinya diatur didalam rumah  kecil yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut (sanggar). Juga  pesisir selatan Lumajang setiap tahun mengadakan korban kambing untuknya  dan orang pun banyak sekali yang datang.
Mr  Welter, seorang warga belanda yang dahulu menjadi Wakil ketua Raad van  Indie, menerangkan bahwa tatkala ia masih menjadi kontrolir di Kepanjen,  pernah melihat upacara sesaji tahunan di Ngliyep, salah satu pesisir  pantai selatan, Jawa timur, yang khusus diadakan untuk Nyai rara kidul.  Ditunjukkannya gambar sebuah rumah kecil dengan bilik di dalamnya berisi  tempat peraduan dengan sesaji punjungan untuk Nyai Rara Kidul.
Seorang  perwira ALRI yang sering mengadakan latihan didaerah ngliyep  menerangkan bahwa di pulau kecil sebelah timur ngliyep memang masih  terdapat sebuah rumah kecil, tetapi kosong saja sekarang. Apakah rumah  ini terlukis gambar Tuan Welter, belumlah dapat dipastikan.
Pengalaman  seorang kenalan dari Malang menyebutkan bahwa pada tajun 1955 pernah  ada serombongan oran-orang yang nenepi (pergi ke tempat-tempat sepi dan  keramat) dipulau karang kecil, sebelah timur Ngliyep.
Seorang  diantara mereka adalah gurunya. Dengan cara tanpa busana mereka  bersemadi disitu. Apa yang kemudian terjadi ialah, bahwa sang guru  mendapat kemben, tanpa diketahui dari siapa asalnya. Yang dapat  diceritakannya ialah bahwa ia merasa melihat sebuah rumah emas yang  lampunya bersinar-sinar terang sekali.
Dipacitan  ada kepercayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung  (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Rara Kidul. Bila  ini dilanggar orang akan mendapat bencana. Ini di buktikan denga  terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa belanda  beserta dua orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan  tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkannya. Pergilah mereka kepantai  dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan,  karena tiba-tiba ombak besar datang dan dan kembalinya kelaut sambil  menyambar keempat orang belanda tersebut.
Artikel 2
Di  suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena  kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari  yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun  sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih  karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun  kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari  perkimpoian tersebut. Maka, bahagialah sang raja.
Dewi  Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha  agar keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap  raja, dan meminta agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana.  Sudah tentu raja menolak. “Sangat menggelikan. Saya tidak akan  membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putriku”, kata Raja  Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum dan  berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun  demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.
Pada  pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus  pembantunya untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk  Kadita, anak tirinya. “Aku ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan  kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka aku akan memberikan  suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.” Sang dukun  menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah  dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia  menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang  cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.
Ketika  Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang  banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa  penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau  mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi  Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya. “Puterimu akan mendatangkan  kesialan bagi seluruh negeri,” kata Dewi Mutiara. Karena Raja tidak  menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya  beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke  luar dari negeri itu.
Puteri  yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia  hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia.  Dia tidak menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta  agar Tuhan mendampinginya dalam menanggung penderitaan..
Hampir  tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di  Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih,  tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat  ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu  menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada  tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia  menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia  memiliki kuasa untuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi  seorang peri yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Samudera  Selatan yang hidup selamanya.
Kanjeng Ratu Kidul = Ratna Suwinda
Tersebut  dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan  Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan  agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang  pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh  cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari  Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna  Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia  pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia  berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di  kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh  penguasa secara bergantian.
Generasi  selanjutnya, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2,  mengasingkan diri ke Pantai Selatan, untuk mengumpulkan seluruh  energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan  utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanji  untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari  rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana bawah  airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta  Selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan  keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya  di tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan  Yogyakarta.
Begitulah  dua buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro  Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku Cerita  Rakyat dari Yogyakarta dan versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah  Jawi. Kedua cerita tersebut memang berbeda, tapi anda jangan bingung.  Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari keduanya yang paling benar.  Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi tulisan selanjutnya.
Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton Yogyakarta
Percayakah  anda dengan cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul,  atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian dari anda mungkin akan berkata TIDAK.  Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup dalam zaman atau lingkungan  Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan kebenaran cerita ini. Kebenaran  akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih tetap menjadi polemik. Tapi  terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena yang nyata, bahwa  mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton  Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton Yogyakarta  paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang kanjeng  Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di  antara keduanya?
Y.  Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa  masyarakat adalah sebuah komunitas tradisi yang mementingkan  keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup. Karena hidup ini tidak  terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan dan memaknai  lingkungan alam sangat penting dilakukan.
Sebagai  sebuah hubungan komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut  masyarakat Jawa mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut  Twikromo, maka penggunaan simbol pun sering diaktualisasikan. Jika  dihubungkan dengan makhluk halus, maka Javanisme mengenal penguasa  makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi, penguasa Gunung Lawu,  Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan inilah yang  oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa tersebut  mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan,  keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus  mengadakan komunikasi dengan “makhluk-makhluk halus” tersebut.
Menurut  Twikromo, bagi raja Jawa berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai  salah satu kekuatan batin dalam mengelola negara. Sebagai kekuatan  datan kasat mata (tak terlihat oleh mata), Kanjeng Ratu Kidul harus  dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan keselamatan  dan ketenteraman.
Kepercayaan  terhadap Ratu Kidul ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan  labuhan misalnya, sebuah upacara tradisional keraton yang dilaksanakan  di tepi laut di selatan Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri  Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan tahun Saka (tahun Jawa).  Upacara ini bertujuan untuk kesejahteraan sultan dan masyarakat  Yogyakarta.
Kepercayaan  terhadap Kanjeng Ratu Kidul juga diwujudkan lewat tari Bedaya  Lambangsari dan Bedaya Semang yang diselenggarakan untuk menghormati  serta memperingati Sang Ratu. Bukti lainnya adalah dengan didirikannya  sebuah bangunan di Komplek Taman Sari (Istana di Bawah Air), sekitar 1  km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dinamakan Sumur  Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertemuan sultan dengan  Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul.
Penghayatan  mitos Kanjeng Ratu Kidul tersebut tidak hanya diyakini dan dilaksanakan  oleh pihak keraton saja, tapi juga oleh masyarakat pada umumnya di  wilayah kesultanan. Salah satu buktinya adalah adanya kepercayaan bahwa  jika orang hilang di Pantai Parangtritis, maka orang tersebut hilang  karena “diambil” oleh sang Ratu.
Selain  Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mitos Kanjeng Ratu Kidul juga  diyakini oleh saudara mereka, Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam Babad  Tanah Jawi memang disebutkan bahwa Kanjeng Ratu Kidul pernah berjanji  kepada Panembahan Senopati, penguasa pertama Kerajaan Mataram, untuk  menjaga Kerajaan Mataram, para sultan, keluarga kerajaan, dan masyarakat  dari malapetaka. Dan karena kedua keraton (Yogyakarta dan Surakarta)  memiliki leluhur yang sama (Kerajaan Mataram), maka seperti halnya  Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta juga melaksanakan berbagai bentuk  penghayatan mereka kepada Kanjeng Ratu Kidul. Salah satunya adalah  pementasan tari yang paling sakral di keraton, Bedoyo Ketawang, yang  diselenggarakan setahun sekali pada saat peringatan hari penobatan para  raja. Sembilan orang penari yang mengenakan pakaian tradisional  pengantin Jawa mengundang Ratu Kidul untuk datang dan menikahi  susuhunan, dan kabarnya sang Ratu kemudian secara gaib muncul dalam  wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.
Kepercayaan  terhadap Ratu Kidul ternyata juga meluas sampai ke daerah Jawa Barat.  Anda pasti pernah mendengar, bahwa ada sebuah kamar khusus (nomor 308)  di lantai atas Samudera Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, yang disajikan  khusus untuk Ratu Kidul. Siapapun yang ingin bertemu dengan sang Ratu,  bisa masuk ke ruangan ini, tapi harus melalui seorang perantara yang  menyajikan persembahan buat sang Ratu. Pengkhususan kamar ini adalah  salah satu simbol ‘gaib’ yang dipakai oleh mantan presiden Soekarno.
Sampai  sekarang, di masa yang sangat modern ini, legenda Kanjeng Ratu Kidul,  atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan, adalah legenda yang  paling spektakuler. Bahkan ketika anda membaca kisah ini, banyak orang  dari Indonesia atau negara lain mengakui bahwa mereka telah bertemu ratu  peri yang cantik mengenakan pakaian tradisional Jawa. Salah satu orang  yang dikabarkan juga pernah menyaksikan secara langsung wujud sang Ratu  adalah sang maestro pelukis Indonesia, (almarhum) Affandi. Pengalamannya itu kemudian ia tuangkan dalam sebuah lukisan.
http://misteridunia.wordpress.com/2008/10/22/kanjeng-ratu-kidul-2/
05.24
Peristiwa Aneh

0 komentar:
Posting Komentar